Selasa, 20 Desember 2011


HAKIKAT EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN

1. Pengertian Evaluasi dan Pengukuran
Gronlund dalam Suherman mengemukakan evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan intrepretasi informasi/data untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. Pengukuran adalah suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka mengenai tingkatan ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu (siswa). Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel prilaku. Sejalan dengan pendapat di atas, Hopkins dan Antes mengemukakan evaluasi adalah pemeriksaan secara terus menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi siswa, guru, program pendidikan dan proses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat perubahan siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa dan efektivitas program. Pengukuran adalah suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri (atribute) tentang suatu objek, orang atau peristiwa.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi lebih bersifat komprehensif yang  meliputi pengukuran, dan  tes merupakan salah satu alat atau bentuk dari pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (berupa angka-angka) tentang kemajuan belajar siswa (learning progress) sedangkan evaluasi atau penilaian bersifat kualitatif.  Di samping itu, evaluasi pada hakikatnya  merupakan suatu proses  membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), dapat pula didasarkan kepada hasil pengamatan (qualitative description). Yang didasarkan kepada hasil pengukuran (measurement) dan bukan di dasarkan kepada hasil pengukuran (non-measurement) pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai.
Mursell dalam Suherman mengatakan ada tiga hal pokok yang dapat di evaluasi dalam pembelajaran, yaitu:
1.      hasil langsung dari usaha belajar
2.      transfer sebagai akibat dari belajar
3.      proses belajar itu sendiri.
Hasil dari usaha belajar nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku, baik secara subtantif maupun secara komprehensif. Perubahan itu ada yang dapat diamanati secara langsung ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan itu juga ada yang terjadi dalam jangka pendek ada pula yang terjadi dalam jangka panjang. Namun demikian, bagaimanapun baiknya alat evaluasi yang digunakan hanya mungkin dapat mengungkap sebagian  tingkah laku dari keseluruhan   hasil belajar yang sebenarnya. Evaluasi yang baik harus menilai hasil-hasil yang autentik dan hal ini dilakukan dengan mengetes hingga manakah hal itu dapat ditransferkan. Evaluasi harus dilakukan dengan tepat, teliti dan objektif terhadap hasil belajar sehingga dapat menjadi alat untuk mengecek kemampuan siswa dalam belajarnya dan mempertinggi prestasi belajarnya. Di samping itu evaluasi dapat menjadi alat pengontrol bagi cara mengajar guru, serta dapat membimbing murid untuk memahami dirinya (keunggulan dan kelemahannya).
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Mursell dalam Suherman mengemukakan bahwa evaluasi menurut syarat-syarat psikologis bertujuan agar guru mengenal siswa selengkap mungkin dan agar siswa mengenal dirinya sesempurna-sempurnanya. Di samping itu,evaluasi juga berguna untuk meningkatkan  hasil pengajaran, karena itu evaluasi tidak dapat dipisahkan dari belajar dan mengajar, dan intinya adalah penilaian belajar dengan tujuan untuk memperbaikinya. Penilaian harus dilakukan oleh  semua yang bersangkutan, bukan hanya guru tapi juga siswa sendiri, dan harus ditinjau dari keseluruhan. Berdasarkan hasil evaluasi, guru dapat mengetahui sampai di mana penguasaan bahan pelajaran atau kecakapan masing-masing siswa. Selain itu evaluasi juga dapat digunakan guru sebagai alat untuk memperbesar motivasi belajar siswa, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu guru dalam mengambil keputusan-keputusan yang epektif dalam pembelajaran. Gronlund mengemukakan ada tiga jenis keputusan yang dapat dilakukan oleh guru berkaitan dengan proses evaluasi (a) keputusan pada permulaan pengajaran (b) keputusan pada saat pengajaran berlangsung, dan (c) keputusan pada akhir pembelajaran. Keputusan pada awal pengajaran berkaitan dengan informasi mengenai sejauh mana kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki siswa untuk memulai pelajaran (entering behavior), dan sejauh mana bahan pelajaran yang akan diberikan telah diketahui siswa (pre-test). Keputusan pada saat pengajaran berlangsung berkaitan dengan tugas-tugas belajar mana yang dapat dilakukan oleh siswa dengan baik, dan tugas-tugas mana yang memerlukan pertolongan (perlu dibantu), siswa mana yang menghadapi kesulitan dalam belajarnya sehingga memerlukan program remedial. Keputusan pada akhir pengajaran berkaitan dengan informasi tentang siswa manakah yang telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan serta dapat melanjutkan kepada program pengajaran berikutnya, dan nilai apa yang harus diberikan kepada setiap murid.
Selanjutnya Gronlund dalam Suherman mengemukakan bahwa evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu siswa (a) memperkuat motivasi belajarnya, (b) memperbesar daya ingat dan transfer belajarnya, (c) memperbesar pemahaman siswa terhadap keberadaan dirinya, dan (d) memberikan bahan unpan balik  tentang keefektifan pembelajaran.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi dalam pembelajaran adalah meliputi
1.      untuk melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar mengajar
2.      untuk memperbaiki, dan menyempurnakan kegiatan guru
3.      untuk memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan  program belajar mengajar
4.      untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya
5.      untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.
Adapun fungsi utama evaluasi dalam pembelajaran dapat dikelompokan ke dalam empat fungsi, yaitu (a)  formatif, evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru sebagai  dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, (b) sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar siswa, serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (c) diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik, dan lingkungan), yang mengalami kesulitan belajar, dan (d) seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.
3. Prinsip-prinsip Umum Evaluasi dalam Pembelajaran
Prinsip-prinsip evaluasi dalam pembelajaran sangat diperlukan sebagai panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan penilaian dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Berkaitan dengan prinsip-prinsip penilaiai tersebut, Gronlund mengemukakan enam prinsip penialaian, yaitu tes hasil belajar hendaknya:
1.      mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan  tujuan pembelajaran
2.      mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran
3.      mencakup jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan
4.      direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang akan digunakan secara khusus
5.      dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati
6.      dipakai untuk memperbaiki hasil belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Nana Sujana mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar hendaknya
1.      dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan iterpretasi hasil penilaian
2.      menjadi bagian yang integral dari proses belajar mengajar
3.      agar hasilnya obyektif, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif
4.      diikuti dengan tindak lanjutnya.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik . Perubahan tingkah laku yang terjadi itu dibandingkan dengan perubahanan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu,  instrumen evaluasi harus dikembangkan bertitik tolak kepada tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan format tes yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar serta proporsinya sesuai  dengan keluasan dan kedalaman  materi pelajaran yang diberikan. Hasil evaluasi harus dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati sehingga informasi yang diperoleh  betul-betul akurat mencerminkan keadaan siswa secara objektif. Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan masukan untuk perbaikan proses dan program selanjutnya.  Evaluasi dalam pembelajaran tidak semata-mata untuk menentukan ratting siswa

photo himma

Himma

Selasa, 13 Desember 2011

ALPRO

program Tukar_Nilai;
Uses WinCrt;
Type Larik = Array [1..100] of Integer;
Var
   A,B    : Larik;
   i,x,m,n,l  : Byte;

Procedure Tukar;
Var
 T:Integer;
Begin
  x:=0;
  For i := 1 to m do
    Begin
      T:=A[i];
      A[i]:=B[i];
      B[i]:=T;
      Write(A[i]);
      Write(B[i]);
      x:=x+2;
    End;
End;

Minggu, 11 Desember 2011

Pengertian Problem Solving


1.    Pengertian Problem Solving

Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan
informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151). Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identifikation untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut. (Qruztyan. Blogs. Friendster.com)


Pendapat lain problem solving adalah suatu pendekatan dimana langkah-langkah berikutnya sampai penyelesaian akhir lebih bersifat kuantitatif yang umum sedangkan langkah-langkah berikutnya sampai dengan pengelesain akhir lebih bersifat kuantitatif dan spesifik (Qrustian Blogs Friendster.com).

Ini berarti oreantasi pembelajaran problem solving merupakan infestigasi dan penemuan yang pada dasarnya pemecahan nasalah. Apabila solvingng yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan berarti telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap enginer harus mulai kembali berfikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai masalah yang sedang dihadapi.

Jadi, dalam mempelajari konsep matematika yang baru harus didasari konsep-konsep yang sebelumnya. Mempelajari konsep B yang mendasari konsep A, seorang harus memahami dulu konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. ini berarti matematika harus bertahap, dan berkaitan dengan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya.

Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving (Slameto, 1990 : 139)

Selanjutnya problem solving merupakan taraf yang harus dipecahkan dengan cara memahami sejumlah pengetahuan dan ketrampilan kerja dan merupakan hasil yang dicapai individu setelah individu yang bersangkutan mengalami suatu proses
belajar problem solving yang diajarkan suatu pengetahua tertentu.
Jadi, yang dimaksud dengan problem solving dalam penelitian ini adalah hasil suatu masalah yang melahirkan banyak jawaban yang dihasilkan dari penelitian yang menghasilkan kesimpulan secara realistik dalam problem solving
model matematika. (Lawson, 1991:53)

 
2.    Langkah-Langkah Problem Solving

Penulis perlu menggunakan pendekatan yang terdiri dari tiga langkah untuk problem solving, dengan demikian konsep problem solving ini bukan teori belaka, tetapi telah terbukti keberhasilannya.
Adapun tiga langkah problem solving adalah :

a.    Mengidentifikasi masalah secara tepat
Secara konseptual suatu masalah (M) didefinisikan sebagai kesenjangan atau gap antara nerja   actual dan targetkinerja (T ) yang diharapkan, sehingga secara simbolik dapat dituliskan bersamaan; M=T – A.berdasarkan konsep seorang problem solver yang professional harus terlebih dahulu nanpu mengetahui berapa atau pada tingkat mana kinerja actual saat ini, dan berapa atau tingkat mana kinerja serta kita harus mampu mendefinisikan secara tegas apa masalah utama kita kemudian menetapkan pada tingkat mana kinerja actual kita sekarang dan kapan waktu pencapain target kinerja itu.
b.    Menentukan sumber dan akar penybab dari masalah

Suatu solusi masalah yang efektif, apabila kita berhasil menemukan sumber-sumber dan akar-akar dari masalah itu, kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan masalah-masalah tersebut.
c.    Solusi masalah secara efektif dan efisien.
Adapun langkah-langkah  Solusi  masalah yang efektif dan efisien yaitu:
  1. Mendefinisikan secara tertulis
  2. Membangun diagram sebab akibat yang dimodifikasi untuk mendefinisikan :  a) akar penyebab dari masalah itu, b) penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan, namun dapat diperkirakan
  3. Setiap akar penyebab dari masalah dimasuskkan ke dalam diagram sebab akibat . sedangkan penyebab yang tidak dapat diperkirakan, didaftarkan pada sebab akibat itu secara tersendiri
  4. Mendefiisikan tindakan atau solusi yang efektif melalui memperhatikan dan mempertimbangkan : a)pencegahan terulang atau muncul kembali penyebab –penyebab itu, b) tindakan yang diambil harus ada di bawah pengendalian kita, dan c) memenuhi tujuan dan target kinerja yang ditetapkan.
  5. Menerapkan atau melakukan implementasi atau tindakan-tindakan yang diajukan (Vincent Gasper sz, dan Qruztyann.blogs.friendster. com)

Adapun langkah-langkah lain yaitu menurut konsep Dewey yang merupakan berpikir itu menjadi dasar untuk problem solving  adalah sebagai berikut:
  1. Adanya kesulitan yang dirasakan atau kesadaran akan adanya masalah.
  2. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
  3. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan atau diklasifikasikan.
  4. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesa-hipotesa kemudian hipotesa-hipotesa dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
  5. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai kepada kesimpulan.

Selain di atas menurut Dewey langkah-langkah dalam problem solving yaitu sebagai berikut: kesadaran akan adanya masalah, merumuskan masalah, mencari data dan merumuskan hipotesa-hipotesa itu dan kemudian menerima hipotesa yang benar. Tetapi problem solving itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan dapat meloncat-meloncat antara macam-macam lankah tersebut, lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah yang kompleks. Misalnya: masalah-masalah pendidikan telah dikenal orang bertahun-tahun yang lalu, dan telah banyak hipotesa pemecahan dirumuskan dan dicoba. Tetapi, orang masih berusaha merunuskan masalah-masalah itu secara lebih tepat dan mengusahan pengerjaan pemecahan masalah yang lain agar dapat ditemukan pemecahan yang lebih baik.

Metode problem solving ini menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan. “kelebihan metode ini mendorong siswa untuk berpikir secara ilmiah, praktis, intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan terbuka. Sedangkan kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran mengandung masalah memerlukan perencanaan yang teratur dan matang, dan tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.

Sedangkan Kenedy seperti dikutip oleh Lovitt (1989 : 279) menyarankan empat langkah proses pemecahan masalah matematika yaitu dengan :
  • Memahami  masalah
  • Merencanakan pemecahan masalah
  • Melaksanakan pemecahan masalah, dan
  • Memeriksa kembali

Bagi anak
berkesulitan belajar dan bahkan juga bagi anak yang tidak berkesulitan belajar, menyelesaikan soal bukan pekerjaan yang mudah. Di samping itu, anak juga tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah matematika secara lebih sistematis. Oleh karena itu, pendekatan pemecahan masalah dengan memanfaatkan alat peraga dengan langkah-langkah yang telah dikemukakan tampaknya lebih baik untuk digunakan baik bagi anak berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar. problem solving

B. MACAM-MACAM UKURAN PENYEBARAN DATA


1.  Range
a.       Pengertian Range
Ukuran penyebaran yang paling sederhana adalah Range (Jangkauan/Rentang, terkadang di beberapa literatur diterjemahkan dengan istilah wilayah). Range dari suatu kelompok data pengamatan adalah selisih antara nilai minimum dan maksimum.
Misalnya, range untuk Varietas I pada tabel di atas adalah 45 – 40 = 5 (45 adalah nilai maksimum dan 40 adalah nilai minimum). Seringkali kita mengatakan range dengan pernyataan seperti “hasil berkisar antara 40 – 45 kg per petak”. Kisarannya lebih sempit dibandingkan dengan pernyataan “hasil berkisar antara 40 – 60 kg per petak”. Pernyataan pertama menggambarkan bahwa variasi hasil padi tidak terlalu beragam, sedangkan pada pernyataan kedua, terjadi hal sebaliknya.
Range hanya memperhitungkan dua nilai, yaitu nilai maksimum dan nilai minimum dan tidak memperhitungkan semua nilai, sehingga sangat tidak stabil atau tidak dapat diandalkan sebagai indikator dari ukuran penyebaran. Hal ini terjadi karena range sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ekstrim. Pada contoh di atas, jika hasil tertinggi varietas I adalah 60 kg/petak, bukan 45 kg/petak, maka range-nya = 60-40= 20 kg/petak.
Jelas, interpretasi kita akan berubah. Kita lebih sepakat mengatakan bahwa variasi hasil sangat beragam. Benarkah demikian? Apabila kita perhatikan kembali, nilai hasil padi lainnya hampir seragam, berkisar antara 40-44 kg/petak. Namun dengan adanya pencilan hasil, 60 kg/petak, interpretasinya jadi lain, kita cenderung mengatakan bahwa hasil beragam, padahal keragaman tersebut sebenarnya tidak mewakili semua nilai dalam sampel/populasinya.
Hasil sebesar 60 kg/petak merupakan contoh dari nilai ekstrem dan tidak biasa. Nilai tersebut merupakan pencilan (outlier) dan sebaiknya di periksa kembali kebenaran datanya atau dihilangkan dari data pengamatan, karena akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Contoh 2:
Contoh kasus lain yang bisa menimbulkan salah interpretasi mengenai ukuran penyebaran data dengan menggunakan Range adalah sebagai berikut:
Berikut ini adalah nilai Quiz ke-1 dan ke-2 Matakuliah Statistik. Tentukan Range untuk masing-masing Quiz. Apa kesimpulan Anda?
Quiz ke-1:
1
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
Quiz ke-2:
2
3
4
5
6
14
15
16
17
18
19
Jawab:
Quiz 1: range = 20-1 = 19
Quiz 2: range = 19-2 = 17
Kesimpulan:
Quiz ke-1 lebih bervariasi di banding Quiz 2 karena nilai range Quiz 1 > Quiz 2. Bandingkan dengan kesimpulan yang diperoleh dengan menggunakan simpangan kuartil dan Standar deviasi.
Kelemahan lain dari Range adalah tidak menggambarkan sebaran data terhadap nilai pusatnya. Perhatikan contoh dan gambar berikut.
Contoh 3:
Tentukan Mean dan Range dari kedua Varietas berikut. Kesimpulan apa yang bisa Anda tarik berdasarkan nilai mean (rata-rata) dan range-nya?
Varietas I
45
42
42
41
40
Varietas III
45
40
44
41
40
Jawab:
Varietas I: Mean = 42; range = 5
Varietas II: Mean = 42; range = 5
Kesimpulan:
Kedua Varietas, I dan III mempunyai nilai mean dan range yang sama, yaitu mean = 42 dan range = 5.
Apabila kita hanya menggunakan ukuran range sebagai ukuran penyebaran, pasti kita mengatakan bahwa keragaman hasil kedua varietas sama. Namun apabila kita perhatikan bagaimana sebaran data kedua varietas terhadap nilai pusatnya, mungkin kita lebih memilih Varietas I, karena pada Varietas I sebaran datanya tidak jauh dari nilai pusatnya
b.      Kegunaan Range
Range digunakan sebagai ukuran, yaitu memperoleh gambaran tentang penyebaran data yang sedang diselidiki dalam waktu relative singkat dengan sedikit mengabaikan factor ketelitian atau kecermatan.
c.       Kelebihan dan Kekurangan Range
Kelebihan range yaitu dengan menggunakan range dalam waktu singkat dapat memperoleh gambaran umum mengenai luas penyebaran data yang kita hadapi.
Sedangkan ada beberapa kekurangan dari range yaitu :
·         Range akan sangat bergantung kepada nilai-nilai ekstrimnya.
·         Range sebagai ukuran penyebaran data tidak memperhatikan distribusi yang terdapat di dalam
·         Range itu sendiri.
Untuk menghindari kelemahan range seperti di atas, ukuran dispersi lain seperti simpangan kuartil lebih disukai.